Rabu, 08 Juli 2009

Tender Ulang

TRIBUN KALTIM Selasa, 23 Juni 2009

ADA kabar gembira dari Pemkot Balikpapan untuk kontraktor. Setidaknya ada sepuluh proyek pembangunan di lingkungan Dinas Pendidikan yang ditender ulang.

Kepala Bagian Pembangunan Kota Balikpapan Ir Muhaimin MM menjelaskan, tender ulang dilakukan karena ada indikasi terjadi persekongkolan pada tender proyek bernilai total Rp 3.103.632.500 tersebut. Proyek itu merupakan satu paket dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2008.

Sekolah yang mendapat dana rehabilitasi yakni SMPN 8, SMPN 6, SMPN 16, SDN 025, TK Negeri Pembina I, SDN 020, SDN 022, SDN 007, SDN 033, dan SMPN 9 Balikpapan. Nilai proyek berkisar antara Rp 140 juta hingga Rp 567 juta.

Pelaksana tender menduga terjadi pelanggaran Keppres 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, serta Undang-Undang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Menurut rencana, hari ini dilaksanakan pengumuman bahwa proyek ditender ulang. Setelah itu, dilaksanakan pendaftaran lelang selama satu minggu ke depan.

Wakil Walikota Balikpapan, Rizal Effendi mengakui ada indikasi persengkongkolan dan ada yang kurang sempurna dalam proses tender itu, makanya ditender ulang.

Kelihatannya itu persoalan sepele, tetapi sebenarnya di situ ada roh dan semangat baru untuk memperbaiki kinerja setiap tender di Pemkot Balikpapan. Tujuannya jelas, untuk menaikkan sikap transparansi (keterbukaan) dan membangun semangat good governance.

Langkah semacam itu perlu terus ditindaklanjuti agar proses tender dan pengerjaan proyek di masa mendatang bisa berjalan lebih baik, jauh dari sikap KKN, dan memberi layanan publik yang bersih dan berwibawa.

Kita semua maklum, hampir semua bentuk tender dan pelaksanaan proyek selalu diwarnai permainan yang mengandung unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hanya saja, karena begitu kuatnya praktik mafia tender, seolah pemkot, pemkab, pemprov, atau pemerintah pusat tak mampu berkutik dibuatnya.

Praktik-praktik semacam itu masih saja terus berjalan secara aman dan nyaman. Setiap oknum pejabat selalu bersentuhan dengan pola kotor itu. Akibatnya, dari segi pendanaan terasa besar. Sebaliknya, kontraktor selalu mengeluh dana proyek ‘berkurang’. Kontraktor juga selalu ‘tunduk’ membayar upeti kepada oknum pejabat yang suka makan sogokan. Hasilnya, hampir semua proyek dalam posisi kualitas di bawah standar.

Setiap proyek ada pemimpin dan pengawas proyek, tetapi semua dilaksanakan sekadar memenuhi persyaratan administratif. Celakanya, pengawas proyek itu sendiri terkadang bermain dengan kontraktor pelaksana pembangunan, jadi tidak terjadi proses pengawasan secara maksimal. Oleh karenanya, proyek pemerintah seolah berada di dalam hutan belantara yang sulit dibenahi. Itu semua sudah menjadi rahasia umum.

Semestinya, DPR-DPRD bertindak sebagai pengawas terakhir semua proyek itu. Tapi apesnya lagi, banyak di antara oknum dewan itu sebenarnya adalah kontraktor yang menggunakan nama orang lain. Sehingga urusan proyek di setiap pemerintahan bak benang ruwet yang tidak ada ujung pangkalnya.

Mudah-mudahan saja, bagi mereka (oknum pejabat, kontraktor, pengawas, pimpro, anggota dewan) yang terlibat mafia tender sudah merasa kenyang, sehingga berubah menjadi baik hati membantu proses dan pelaksanaan tender secara baik dan benar. Karena pada dasarnya, melaksanakan hal baik dan benar itu memberi harapan dan kemajuan buat anak cucu kita. Siapa yang tidak suka kemajuan!

Ke depan, sudah waktunya pemkot, pemkab, pemprov berani membuka lebar dokumen APBD kepada masyarakat umum. Umumkanlah jumlah proyek beserta anggaran secara transparan. Lakukan pengawasan berkala dan laporkan hasilnya kepada publik. Tentu akan membawa kebaikan kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar