Jumat, 18 Desember 2009

BALIKPAPAN MADINATUL IMAN ( BMI )

Visi Kota Balikpapan
Terwujudnya Balikpapan sebagai kota industri, perdagangan, jasa dan pariwisata yang didukung oleh penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (Good Governance) dan masyarakat yang beriman, sejahtera, religius dan berperadapan maju (Madinatul Iman)

Misi Kota Balikpapan
- Mewujudkan sumber daya manusia yang beriman, sehat jasmani dan memiliki daya saing dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Meujudkan tersedianya infrastruktur kota yang mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan fungsi kota di masa depan.
- Mewujudkan kondisi kota yang layak huni dan berwawasan lingkungan.
- Mewujudkan perekonomian kota yang berorientasi kepada pengembangan potensi ekonomi kerakyatan dan pengembangan basis ekonomi kota di masa depan.
- Mewujudkan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (Good Governance)
- Mewujudkan penegakan hukum yang menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Motto Kota Balikpapan
Balikpapan Beriman (Bersih, Indah, Aman & Nyaman).
Balikpapan Kubangun, Kujaga & Kubela.
Balikpapan Kota Madinatul Iman.
Balikpapan Clean, Green & Healthy City.

Ciri dari pelaksanaan good governance serta masyarakat yang madani itu adalah pemerintahan yang baik, bersih dan profesional yang menerapkan prinsip akuntabilitas, transparansi, keikutsertaan publik serta penegakan hukum.

Balikpapan Madinatul Iman (BMI), cirinya adalah masyarakat majemuk yang hidup harmonis, rukun, berperadaban moderen, maju dan sejahtera serta memiliki nilai moralitas dan spiritual yang tinggai berdasarkan keyakinan masing-masing.
salah satu point dari Madinatul Iman yaitu terciptanya masyarakat Madani yang penuh toleransi dan keimanan.


Rasulullah membangun kota Madinah

Nilai-nilai peradaban hijrah. Nilai-nilai inilah yang ditanamkan Rasulullah
Muhammad ketika membangun Kota Madinah. Menurut Nurcholish Madjid (1992), Madinah bermakna ganda: kota dan peradaban kota.

Rasulullah membangun Kota Madinah di atas 3 (tiga) fondasi peradaban hijrah.
Pertama, keterbukaan dan integrasi sosial. Rasulullah berusaha mempersatukan empat kelompok. Muslim dari suku-suku Madinah dan Makkah, Muslim imigran (muhajirin) dengan penduduk asli (anshar), dan antara Muslim dengan non-Muslim. Usaha ini tidak mudah karena masing-masing kelompok memiliki sejarah permusuhan yang turun temurun.

Kedua, ikatan kewargaan dan pengakuan atas pluralitas. Dalam konteks ini, Rasulullah membuat Piagam Madinah sebagai konstitusi ’’negara’’. Di dalamnya eksistensi semua kelompok diakui sepenuhnya dengan sebutan ’’ummat’’. Karena itu tidak ada satu pun yang terekslusi atau termarginalisasi. Piagam Madinah mengikat semua kelompok sebagai ’’warga negara’’. Meskipun berbeda-beda agama, suku dan asal-usul, setiap individu dan kelompok bertanggung jawab memelihara persatuan, kerukunan, dan keamanan Madinah.

Ketiga, saling menghormati dan mematuhi hukum yang berlaku. Peradaban hijrah dibangun di atas fondasi hukum dan kesadaran untuk mematuhi dan memegang teguh hukum. Siapa pun yang melanggar hukum akan ditindak. Di dalam sejarah disebutkan bahwa Rasulullah mengusir sebagian orang Yahudi. Pengusiran ini bukan disebabkan oleh sentimen agama, tetapi karena mereka memecah belah masyarakat dan mengkhianati hukum. Suatu ketika terjadi perselisihan antara seorang Muslim dengan Yahudi. Karena track record orang-orang Yahudi yang buruk, Rasulullah cenderung membela Muslim. Dalam kondisi demikian, Allah mengingatkan Rasulullah agar senantiasa berlaku adil, termasuk kepada orang-orang Yahudi.

Nilai-nilai peradaban hijrah ini sangat diperlukan dalam masyarakat pluralistik yang semakin terbuka. Semoga semangat hijrah menjadi ruh yang menggerakkan kita membangun peradaban hijrah: keterbukaan, persaudaraan, dan keadilan. Tanpa nilai-nilai tersebut, peringatan tahun baru tidak lebih dari sekadar mengganti kalender untuk menuliskan kembali catatan kebencian dan caci maki kepada orang lain

Islam adalah rahmat bagi seluruh umat manusia.

Allah swt berfirman:

وَ مَا أَرْسلْنَك إِلا رَحْمَةً لِّلْعَلَمِينَ‏

“Tidaklah Aku mengutusmu ( Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiya’/21: 107)

Sebenarnya kata “Rahmat” sangat luas makna dan kaitannya dengan aspek-aspek penting dalam kehidupan manusia. Al-Qur’an mengkaitkan kata “Rahmat”, misalnya dengan hidayah, keberkahan, shalawat, karunia (fadhilah), maghfirah, sakinah dan mawaddah, serta lainnya.
Rahmat, kasih sayang pada seluruh manusia adalah tujuan dari misi Rasulullah saw. Tujuan ini tak akan pernah tercapai sekiranya misi ini dipisahkan diri Rasulullah saw. Jika hanya mengambil konsepnya saja dan tidak menneladani beliau, tentu hal ini suatu yang mustahil mencapai tujuan seperti yang dicapai oleh Rasulullah saw.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar